.

.

.

.

Selasa, 11 Mei 2010

Masalah UN

Setelah beberapa hari yang lalu hasil kelulusan siswa SMU seluruh Indonesia telah di umumkan, betapa mengagetkan , bahwa tinggat kelulusan siswa smu agak menurun di banding tahun lalu. Berita ini menjadi berita hangat dari beberapa stasiun TV swasta. Akibatnya banyaknya pendapat – pendapat bermunculan mengenai UN ini.

Ada yang berpendapat negatif, bahwa gagalnya siswa dalam UN dikarnakan oleh faktor siswa sendiri yang kurang serius dalam belajar, ada juga berpendapat bahwa kegagalan UN karna kurangnya kepahaman guru dalam mengembangkan materi pelajarannya dan keterampilan dalam mengajar, materi – materi dalam UN hanya sesuai di kota besar yang lengkap sarana dan sarana pendidikannya, UN tidak dapat diambil sebagai tolak ukur keberhasilan siswa dalam belajar. UN hanya menjadi momok yang menakutkan oleh siswa dan wali murid.

Di sisi lain ada yang beranggapan positif, misalnya karena dianggap dapat meningkatkan mutu pendidikan. Dengan adanya ujian nasional, sekolah dan guru akan dipacu untuk dapat memberikan pelayanan sebaik-baiknya agar para siswa dapat mengikuti ujian dan memperoleh hasil ujian yang sebaik-baiknya. Demikian juga siswa didorong untuk belajar secara sungguh-sungguh agar dia bisa lulus dengan hasil yang sebaik-baiknya.

Selama ini ujian Nasional merupakan salah satu jenis penilaian yang diselenggarakan pemerintah guna mengukur keberhasilan belajar siswa. Kita maklumi pula bahwa Ujian Nasional yang dikembangkan saat ini dilaksanakan melalui tes tertulis. Soal-soal yang dikembangkan cenderung mengukur kemampuan aspek kognitif. Hal ini akan berdampak terhadap proses pembelajaran yang dikembangkan di sekolah. Sangat mungkin, para guru akan terjebak lagi pada model-model pembelajaran gaya lama yang lebih menekankan usaha untuk pencapaian kemampuan kognitif siswa, melalui gaya pembelajaran tekstual dan behavioristik.

Selain itu, Ujian Nasional sering dimanfaatkan untuk kepentingan diluar pendidikan, seperti kepentingan politik dari para pemegang kebijakan pendidikan atau kepentingan ekonomi bagi segelintir orang. Oleh karena itu, tidak heran dalam pelaksanaannya banyak ditemukan kejanggalan-kejanggalan, seperti kasus kebocoran soal, nyontek yang sistemik dan disengaja, merekayasa hasil pekerjaan siswa dan bentuk-bentuk kecurangan lainnya.

Terlepas dari kontroversi yang ada bahwa sampai saat ini belum ada pola baku sistem ujian akhir untuk siswa. Perubahan sering terjadi seiring dengan pergantian pejabat. Hampir setiap pejabat ganti, kebijakan sistem juga ikut berganti rupa.


Periode 1950-1960-an

Ujian akhir disebut Ujian Penghabisan. Ujian Penghabisan diadakan secara nasional dan seluruh soal dibuat Departemen Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan. Seluruh soal dalam bentuk esai. Hasil ujian tidak diperiksa di sekolah tempat ujian, tetapi di pusat rayon.


Periode 1965-1971

Semua mata pelajaran diujikan dalam hajat yang disebut ujian negara. Bahan ujian dibuat oleh pemerintah pusat dan berlaku untuk seluruh wilayah di Indonesia. Pemerintah pusat pula yang menentukan waktu ujian.

Periode 1972-1979

Pemerintah memberi kebebasan setiap sekolah atau sekelompok sekolah menyelenggarakan ujian sendiri. Pembuatan soal dan proses penilaian dilakukan masing-masing sekolah atau kelompok. Pemerintah hanya menyusun pedoman dan panduan yang bersifat umum.

Periode 1980-2000

· Mulai diselenggarakan ujian akhir nasional yang disebut Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (Ebtanas). Model ujian akhir ini menggunakan dua bentuk: Ebtanas untuk mata pelajaran pokok, sedangkan EBTA untuk mata pelajaran non-Ebtanas.

· Ebtanas dikoordinasi pemerintah pusat dan EBTA dikoordinasi pemerintah provinsi.

· Kelulusan ditentukan oleh kombinasi dua evaluasi tadi ditambah nilai ujian harian yang tertera di buku rapor.


Periode 2001-sekarang

· Ebtanas diganti dengan penilaian hasil belajar secara nasional dan berubah menjadi Ujian Akhir Nasional (UAN) sejak 2002.

· Kelulusan dalam UAN 2002 ditentukan oleh nilai mata pelajaran secara individual.

· Dalam UAN 2003 siswa dinyatakan lulus jika memiliki nilai minimal 3,01 pada setiap mata pelajaran dan nilai rata-ratanya minimal 6.

· Dalam UAN 2004 kelulusan siswa didapat berdasarkan nilai minimal pada setiap mata pelajaran 4,01. Syarat nilai rata-rata minimal tidak diberlakukan lagi.

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan di komentari